Jumat, 16 Agustus 2013

Meneladani warisan kepemimpinan ala Muhamad Natsir


KEPEMIMPINAN
Ringkasan
Wajah cemong menghiasi muka beberapa pemimpin Indonesia, bukan karena corat – coretan acak adul make up’a, tapi akibat ulah perilaku kepribadianya sendiri. Tindakan tak manusiawi mereka lakukan demi menuruti keinginan perut buncit semata. Mulai dari melakukan korupsi, penyelewengan kekuasaan hingga berbuat amoral merajalela dan tidak patut dicontoh .
Tidak sepatutnya negara ini diImami oleh orang – orang seperti diatas, sebab Indonesia bukanlah sebuah alat pemuas nafsu pribadi tetapi sebuah negara yang berkeinginan memerdekaan warganya secara utuh. Untuk bisa menuju arah cita – cita bangsa perlu dikomandoi oleh orang berjiwa pemimpin yang ideal. Banyak tokoh pendiri bangsa yang patut dicontoh kepemimpinan, maupun pemikiranya untuk membawa kembali kejayaan dimasa ini. Salah satunya adalah Muhamad Natsir, seorang tokoh politik muslim yang ikut menghiasi wajah Indah bangsa ini lewat pemikiran dan jiwa pemimpinya.



Gaung persaingan perebutan kursi presiden Indonesia tahun 2014 sudah mulai terdengar keras. Semua kandidat calon presiden dan wakil, mulai menampakan diri beserta partai pengusungnya. Adu cepat memikat perhatian masyarakat luas melalui visi misi maupun motto yang dilontarkanya, sudah tak terelakan lagi.
Berkaca pada kontestan ajang pemilu sebelumnya, hampir tak ada bedanya dengan suasana saat ini. Banyak calon orang nomor satu Indonesia memberikan bumbu – bumbu janji manis saat kampaye politiknya. Mulai dengan semboyan “perubahan, lanjutkan, pembaruan, amanah, tampil beda dan lain – lain” beredar disejumlah spanduk maupun media lain.
Namun pada prakteknya, setelah memenangkan persaingan melalui pemilihan demokrasi, banyak para terpilih menjadi “pecundang” dalam kemenangan. Buktinya, alih – alih memimpin Indonesia dengan penuh amanah dan tanggung jawab malah justru sebaliknya. Melakukan tindakan korupsi untuk mempertebal hasrat kekayaan pribadi ataupun golongan menjadi budaya yang akan meregenerasi. Faktanya hampir setiap tahun banyak pejabat mulai dari tingkat kabupaten / kota hingga pusat, terjerat kasus ini dan terus terulang kembali digenerasi birokrasi berikutnya.
Tidak hanya itu penyalahgunaan wewenang jabatan juga sering mewarnai corengnya kepribadian pemimpin negeri ini, hingga hal ini menjadi santapan rutin media masa baik surat kabar, media eletronik maupun online. Beragam kebobrokanya,  mulai dari adanya dana pungutan liar atas sebuah pelanggaran hukum bahkan hingga maraknya praktek tebang pilih dalam penyelesaian sebuah kasus pelanggaran, yang ternyata lebih mementingkan serta mengutamakan keturunan, golongan, status sosial, maupun kepentingan kelompok ketimbang sebuah kebenaranya.
Tak kalah Lebih buruk dan unik, tren menjadi seorang pimpinan birokrasi saat ini,  tidak jauh hanya dari sebuah adu gengsi status sosial, “icip –icip” kesempatan kekuasaan dan sebagai ladang basah pemerkaya pendapatan pribadi semata. Dapat dilihat secara gamblang faktanya, pemimpin yang seharus memangkas jarak kesenjangan sosial antar kelas sosial malahan justru mengabaikanya.
 Hal ini nampak terlihat dari adanya pemimpin yang kaya menjadi semakin kaya, kekerabatan keturunan pemimpin sangat mudah mendapatkan berbagai akses kehidupan mulai dari pendidikan, kesehatan, hukum, politik dan lainya. Mobilitas status sosial semakin mudah bagi keturunan dan anteknya.
Namun berbanding terbalik dan menutup tanpa celah bagi rakyat yang hidup sengsara semakin sulit mendapatkan kesempatan tersebut. Lihat saja, beberapa anak pencari botol bekas minuman pastilah terregenerasikankan secara kebijakan pemerintahan yang mencampakan akses kehidupan yang layak sehingga meneruskan kesengsaraan orang tuanya. Fenomena ini, tak ubahnya menjadi sebuah babak baru metode penjajahan bangsa berlabel “strukturalitas birokrasi” yang dipatuhi dan dilegalkan .  
Tidak seharusnya bangsa Indonesia terjerumus dalam kemerdekaan yang akan berujung pada kesengsaraan, kemlaratan, dan kebodohan kolektif rakyat bangsa ini. Mengapa?, karena ternyata sejarah ibu pertiwi tidak lupa mencatat tokoh – tokoh peletak kemerdekaan yang memiliki kepribadian, pemikiran, watak dan pengorbanan yang patut diaplikasikan kembali pada zaman sekarang untuk meluruskan kembali nasib Indonesia.
Salah satunya yakni M. Natsir, sosok intelektual muslim yang ikut berperan penting dalam mewarnai sejarah birokrasi Indonesia. Mantan perdana menteri ini, tidak dapat diragukan lagi jiwa kepemimpinanya. Beliau pernah memimpin partai masyumi selama sembilan tahun. Di kancah internasional, M Natsir pernah menjabat sebagai presiden Liga Muslim se- Dunia dan ketua dewan masjid se-Dunia.
Menurut pemikiran M. Natsir arti kepemimpinan adalah bukan menguasai, pemimpin tidak berkuasa penuh atas bawahanya, karena pada hakekatnya pemimpin hanya diberi amanah untuk menjalankan kepemimpinanya. Amanah adalah titipan yang berbatas waktu. Seorang pemimpin tidak boleh memaksa untuk megenggam kepemimpinan ditanganya sendiri tanpa mau melepaskanya. Pemimpin sejati harus rela melepaskan amanahnya untuk dilanjutkan oleh generasi yang akan datang.
Tidak cukup sampai disitu, ternyata bagi beliau pemimpin yang hebat adalah pemimpin yang mampu menularkan jiwa kepemimpinanya kepada orang lain sehingga kelak ketika ketiadaanya tidak akan berakibat buruk bagi masyarakat.  Hal ini berbanding terbalik dengan pandangan banyak orang yang menganggap bahwa  pemimpin hebat adalah yang berpengaruh sangat besar terhadap kehidupan rakyatya, sehingga segala kebutuhan rakyat selalu tergantung padanya.
Namun bukan menularkan jiwa kepemimpinan yang melanggengkan kebobrokan seperti menanamkan bibit korupsi, penyalah gunaan wewenang, kebohongan publik, menutup akses rakyat miskin dan budaya buruk lainya.  Tetapi lebih mengutamakan mewariskan jiwa rela berkorban untuk kepentingan rakyatnya, jiwa melayani bukan memeras, tidak memaksakan kelanggengan kekuasaan dan jiwa bertenggang rasa kepada rakyatnya. Jika pemimpin memiliki sifat tersebut, Niscaya, hal ini akan membawa pengaruh besar bangsa kearah menuju cita – cita kemerdekaan.
Pengorbanan ini dicontohkan langsung oleh beliau melalui perilakunya, ketika M Natsir menyelesaikan pendidikan di AMS Afdelling A di daerah Bandung. Dengan mendapatkan nilai bagus serta berkesempatan untuk mendapatkan beasiswa sekolah di Jakarta atau Roterdam untuk mendapatkan gelar MR (Meester in de Rechten)atau bisa disebut gelar kehormatan bagi putra pribumi yang mampu lulus dari fakultas Ekonomi dan Hukum. Ternyata beliau tidak merasa tertarik justru lebih terpanggil untuk suatu pengabdian yang lebih penting bagi warga indonesia yakni mencerdaskan anak didiknya di sekolah MULO di Bandung. Yang perlu diberi tinta tebal adalah pelajaran dimana seorang pemimpin bukanlah berorientasikan pada hasrat gengsi, status sosial, kekayaan, maupun kesempatan emas tapi pengorbanan bagi rakyatnyalah yang lebih penting ketimbang dirinya bahkan keluarganya.
Sosok pemimpin dalam benak mantan pimpinan masyumi ini adalah orang yang berani memberi pelayanan dengan ikhlas tanpa meminta harapan bahkan tidak merampas hak rakyatnya. Beliau juga menambahkan bahwa pemimpin ideal yakni bertanggung jawab tak sekedar dari melaksanakan proker yang mensejahterakan saja dan juga tidak hanya bertanggung jawab kepada dewan yang melantiknya tetapi memiliki rasa bertanggung jawab terhadap Tuhanya.
Pemimpin juga wajib memiliki sifat tenggang rasa tidak akan tega membiarkan rakyatnya kelaparan sedangkan dia merasakan kenyang. Rasa, tenggang rasa akan membuat dia selalu menjadikan perasaan umum sebagai tuntutan. Apa yang dirasakan oleh rakyat akan menjadi perasaanya. Penderitaan rakyat menjadi penderitaaanya juga, kesulitan rakyat menjadi kesulitanya juga, dan kebutuhan rakyat kebutuhanya juga. Maka pemimpin yang demikian tidak mementingkan dirinya sendiri apalagi segelintir golonganya saja.
Secerca peninggalan – peninggalan dalam bentuk buah pikir ini, sudah seharusnya menjadi menu makan utama setiap calon penguasa nomor wahid dinegeri beragam ini. Karena Indonesia dimerdekakan bukan untuk menjadi seonggok ladang penghianatan, ladang mencari tingginya status sosial sesorang dan juga bukan ladang basah pencuri kekayaan rakyat. Tetapi Indonesia dimerdekan menuju cita – cita mulia yakni memakmurkan segala aspek kehidupan warganya. Jika calon pemimpin tidak mau memakan menu itu, warisan hendaknya lebih mengedepankan rasa penghormatan dibandingkan menuruti nafsu keserakahan untuk mencalon jadi pememimpin bangsa ini.

1 komentar:

  1. Caesars Palace Casino in Las Vegas | Dr.MCD
    It's not 남원 출장샵 a big casino. The 광명 출장샵 casino is in the middle of the desert and the 상주 출장마사지 casino is the closest to the 용인 출장안마 action 춘천 출장마사지 you'll get on the strip. Caesars Palace is

    BalasHapus